Setelah masa khulafaur rosyidin berakhir, kepemerintahan dipimpin oleh generasi setelahnya yaitu generasi tabi’in, seiring bergantinya generasi perkembangan ilmu pun ikut berkembang begitu juga ilmu tafsir,penafsiran dari masa ke masa telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini dikarenakan penafsiran pada masa sahabat diterima baik oleh para ulama dari kaum Tabi’in di berbagai daerah kawasan Islam. Dan pada akhirnya mulai muncul kelompok-kelompok ahli tafsir di Makkah, Madinah, dan di daerah lainnya yang merupakan tempat penyebaran agama Islam pada masa Tabi’in. Sebenarnya para sahabat dan tabi’in mengambil sumber tafsir yang sama dalam menafsirkan sebuah ayat, para tabi’in pun mengambil tafsir dari mereka kemudian islam mulai tersebar luas dan pada akhirnya para tabi’in mengambil metode-metode baru, penafsiran pada zaman Tabi’in meliputi 5 sumber, yaitu:. Menafsirkan Al-Qur’an dengan al-qur’an. Menafsirkan al-qur’an dengan hadits-hadits Nabi Muhammad saw.
Menafsirkan al-qur’an dengan perkataan sahabat. Menafsirkan al-qur’an dengan cerita-cerita dari para ahli kitab (Israiliyat). Menafsirkan al-qur’an dengan ra’yu dan ijtihad. Pada marhalah inilah tafsir dalam keadaan yang sangat mengkhawatirkan karena banyak para mufasir yang membukukan tafsir dengan meringkas sanadnya dan menukil pendapat para ulama’ tanpa menyebutkan orangnya. Penghilangan sanad inilah penyebab yang paling berbahaya diantara sebab-sebab pemalsuan. Karena dengan dihilangkannya sanad ini akan menjadikan orang yang melihat sebuah kitab, cenderung menganggap shohih semua yang ada di dalamnya.
Hal ini menyulitkan dalam membedakan antara sanad yang shahih dan yang dhaif, sehingga sejak saat itu tafsir mulai dipalsukan dan sulit untuk dilacak kebenarannya dan ketidak benarannya. Tahap ini merupakan permulaan munculnya dan masuknya israiliyyat ke dalam tafsir. Seiring berkembangnya zaman, semakin banyak pula orang-orang yang menafsirkan al-qur’an, maka bercampurlah antara hadits shohih dan saqim serta yang kuat dan yang lemah. Pada periode ini metode penafsiran bil aqly (dengan akal) lebih sering dipakai dibandingkan dengan metode bin naqly (dengan periwayatan). Pada periode ini juga terjadi spesialisasi tafsir menurut bidang keilmuan para mufassir.
Pakar fiqih menafsirkan ayat al-Qur’an dari segi hukum seperti Al-Qurtuby. Pakar sejarah melihatnya dari sudut sejarah seperti ats-Tsa’laby dan Al-Khozin dan seterusnya. A.Pendahuluan Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kita nikmat, sehingga kami bisa membuat makalah yang sederhana ini. Dan tak lupa salawat dan salam kita haturkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhamad SAW. Di dunia ini pasti kita akan menemui anak kecil, dan juga para orang tua yang merawat seorang anak pasti nya anak kecil ini akan kencing dan harus berkali-kali membersihkan. Air kencing seorang anak tanpa kita sadari kadang tercecer kemana-mana kepakaian kita ataupun sekeliling kita. Air kencing seorang anak najis sehingga kita harus hati-hati, takutnya kita terkena najisnya.
Sumber: 60 Biografi Ulama Salaf, Syaikh Ahmad Farid, Penerbit Darul Haq, Cetakan Pertama Foot Note: [1] Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam al-Hilyah, 2/167, clan disebutkan oleh adzDzahabi dalam as-Siyar, 4/233.
Sedanggkan syarat sah sholat adalah suci dari najis, maka kita harus memperhatikan penyebab tidak sahnya sholat kita. Maka dari itukita seyogannya harus mengetahui apa hukum air kencing seorang anak kecil agar kita terhindar dari najis. Maka dari itu kami disini membahas bagaimana hukum air kencing seorang anak kecil. B.Pembahasan Air kencing adalah cairan sisa yang di ekskreasikan oleh ginjal yang ke. Setelah masa khulafaur rosyidin berakhir, kepemerintahan dipimpin oleh generasi setelahnya yaitu generasi tabi’in, seiring bergantinya generasi perkembangan ilmu pun ikut berkembang begitu juga ilmu tafsir,penafsiran dari masa ke masa telah mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Hal ini dikarenakan penafsiran pada masa sahabat diterima baik oleh para ulama dari kaum Tabi’in di berbagai daerah kawasan Islam. Dan pada akhirnya mulai muncul kelompok-kelompok ahli tafsir di Makkah, Madinah, dan di daerah lainnya yang merupakan tempat penyebaran agama Islam pada masa Tabi’in.
Sebenarnya para sahabat dan tabi’in mengambil sumber tafsir yang sama dalam menafsirkan sebuah ayat, para tabi’in pun mengambil tafsir dari mereka kemudian islam mulai tersebar luas dan pada akhirnya para tabi’in mengambil metode-metode baru, penafsiran pada zaman Tabi’in meliputi 5 sumber, yaitu:. Menafsirkan Al-Qur’an dengan al-qur’an. Menafsirkan al-qur’an dengan hadits-hadits Nabi Muhammad saw. Menafsirkan al-qur’an dengan perkataan sahabat. Menafsirkan al-qur’an dengan cerita-cerita dari para ahli kitab (Israiliyat). Menafsirkan al-qur’an dengan ra’yu dan ijtihad.
Pada marhalah inilah tafsir dalam keadaan yang sangat mengkhawatirkan karena banyak para mufasir yang membukukan tafsir dengan meringkas sanadnya dan menukil pendapat para ulama’ tanpa menyebutkan orangnya. Penghilangan sanad inilah penyebab yang paling berbahaya diantara sebab-sebab pemalsuan. Karena dengan dihilangkannya sanad ini akan menjadikan orang yang melihat sebuah kitab, cenderung menganggap shohih semua yang ada di dalamnya. Hal ini menyulitkan dalam membedakan antara sanad yang shahih dan yang dhaif, sehingga sejak saat itu tafsir mulai dipalsukan dan sulit untuk dilacak kebenarannya dan ketidak benarannya. Tahap ini merupakan permulaan munculnya dan masuknya israiliyyat ke dalam tafsir. Seiring berkembangnya zaman, semakin banyak pula orang-orang yang menafsirkan al-qur’an, maka bercampurlah antara hadits shohih dan saqim serta yang kuat dan yang lemah. Pada periode ini metode penafsiran bil aqly (dengan akal) lebih sering dipakai dibandingkan dengan metode bin naqly (dengan periwayatan).
Pada periode ini juga terjadi spesialisasi tafsir menurut bidang keilmuan para mufassir. Pakar fiqih menafsirkan ayat al-Qur’an dari segi hukum seperti Al-Qurtuby. Pakar sejarah melihatnya dari sudut sejarah seperti ats-Tsa’laby dan Al-Khozin dan seterusnya.